Dalam pengolahan citra satelit ini, terdapat tahapan
penting yang perlu dilakukan yaitu tahap pengkoreksian data/citra
dan perbaikan citra.
Untuk melakukan pengkoreksian
citra dapat digunakan metode orthorektifikasi. Metode ini adalah metode
transformasi koordinat yang dipadukan dengan pengkoreksian pixel citra
menggunakan metode proyeksi orthogonal yang sering dilakukan pada pengolahan
foto udara (orthophoto). Pada metode ini digunakan digital elevation model
(DEM) untuk memberikan bentuk terrain lokasi pemetaan yang berguna untuk
mengoreksi kesalahan letak akibat perbedaan tinggi (relief displacement).
Proses Orthorektifikasi
Pada proses ini diletakkan sejumlah
titik ikat tanah (Ground Control
Point/GCP). Penempatan posisi
titik ikat tanah tersebut harus tepat posisinya
pada sistem koordinat citra (row
and column) dan pada sistem koordinat yang diinginkan. Jumlah
pemilihan titik kontrol tanah dan distribusinya, sangat mempengaruhi ketelitian
dari proses koreksi geometrik. Proses registrasi pada citra dibagi menjadi dua
tahap, yaitu proses rekonstruksi citra atau sering disebut juga proses
interpolasi spasial citra dan proses resampling disebut proses interpolasi
intensitas.
Gambar Ilustrasi proses koreksi geometrik
Pada Gambar
diatas diilustrasikan bagaimana proses koreksi geometrik citra dilakukan. Dapat
dilihat pada Gambar E-9. (a) output citra (X,Y) menempatkan brightness value dari distorsi geometrik
pada input citra (X’,Y’). Original input
image (raw data) adalah data asli
dari perekaman data citra satelit yang masih memiliki distorsi sistematik dan
distorsi nonsistematik.
Dalam melakukan transformasi dari koordinat citra ke
koordinat tanah masih terdapat kesalahan. Kesalahan tersebut dapat ditentukan
besarnya dengan RMSerror (Root
Mean Square Error) :
RMS error = Ö[(x’ – xorig )2
+ ( y’ – yorig )2 ] ………………………. (8.1)
dimana:
xorig adalah koordinat asli (origin ) baris dari GCP pada citra.
yorig
adalah koordinat asli (origin) kolom
dari GCP pada citra.
x’ adalah koordinat GCP hasil perhitungan pada
citra asli (origin).
y’ adalah koordinat GCP hasil perhitungan pada
citra asli (origin).
Pada umumnya nilai RMSerror ditentukan dengan toleransi (nilai ambang
batas) sebesar 2 pixel. Jika pada hasil evaluasi, nilai RMSerror suatu titik lebih besar dari nilai
ambang yang ditentukan, maka harus dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.
Menghilangkan titik-titik kontrol tanah
yang memiliki kesalahan terbesar dari kumpulan titik.
2.
Menghitung
ulang koefesien.
3.
Menghitung ulang RMSerror untuk seluruh titik
Dalam pelaksanaan rektifikasi ini
yang paling penting adalah penempatan titik-titik kontrol menyebar merata.
Dengan pengertian jangan terpusat pada suatu daerah tertentu. Penempatan titik
kontrol tanah pada peta acuan harus sesuai atau tepat dengan posisi pada citra yang akan dikoreksi.
Hasil dari RMSerror yang
kecil belum tentu mendapat ketelitian yang baik dari hasil proses ini.
Gambar.
Perbedaan jarak di citra akibat perbedaan tinggi
Proses Orthorektifikasi harus dapat mengeliminasi kesalahan
akibat perbedaan terrain dan kesalahan sensor. Untuk itu dalam proses
orthorektifikasi dibutuhkan penggabungan antara rektifikasi dengan
mengikutsertakan data terrain yang diperlihatkan dalam digital elevation model
(DEM) dan parameter kalibrasi kamera (sensor) kedalam persamaan hitungannya.
Orthorektifikasi diyakini lebih akurat dari pada rektifikasi sederhana yang
biasa digunakan terutama pada daerah dengan terrain yang berbukit atau
bergunung. Adapun
koreksi sensor atau kamera meliputi :
§ Internal detector
geometry
§ Optical distortion
§ Scan distortion
§ Any line-rate
variations
§ Registration of the
multispectral bands
Selanjutnya
hal yang perlu untuk diperhatikan adalah ketelitian hasil pengolahan citra.
Ketelitian yang diharapkan adalah 2-3 pixel pada titik kontrol atau check point
(CP) yaitu sekitar 1.2 – 1.8 meter dimana hal ini akan sesuai dengan ketelitian
peta skala 1 : 2,500 yaitu sebesar 0.5 mm di peta yang menghasilkan nilai 1.25
meter.
Quality Control
Quality control dilakukan dengan dua cara yaitu pertama
dengan membandingkan nilai residu hasil transformasi dengan baku mutu kesalahan peta sebesar 0.5 mm kali
skala peta. Kedua adalah dengan mengoverlapkannya dengan peta topografi yang
ada dan mengamati objek-objek alam dan buatan untuk dibandingkan posisinya.
Kedua hal ini dapat dijadikan acuan kualitas peta yang dihasilkan.
Perbaikan Citra
Hasil dari proses orthorektifikasi menghasilkan citra
satelit/image yang telah memiliki koordinat atau terkoreksi. Namun citra ini
masih dalam ukuran yang belum sesuai dengan bentuk dan ukuran dari lembar peta
foto yang sesuai dengan ketentuan pembagian lembar peta dari Bakosurtanal.
Untuk itu diperlukan beberapa langkah kegiatan lagi agar peta foto/citra ini
dapat digunakan. Begitu pula apabila suatu daerah terpetakan oleh beberapa
citra, maka sebelum dilakukan proses pemotongan lembar citra harus dilakukan
penggabungan dan penyeragaman tone dan brightness-nya agar perbedaan derajat
keabuan terlihat smooth.
Pembuatan mosaik direncanakan pada skala foto 1 : 2,500.
Pada proses mosaik ini kegiatan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:
a. Edge matching
dari citra terkoreksi yang berurutan
b. Menyeragamkan
tone dari citra terkoreksi
c.
Menajamkan citra terkoreksi (brightness & contrast) atau
enhancement
Untuk mempertajam kualitas tampilan citra pada jenis produk
citra bundle (multispektral dan pankromatik) salah satunya adalah dengan
melakukan proses image enhancement, yaitu mengatur kombinasi intensitas warna
pada masing-masing histogram band citra.
INTERPRETASI CITRA
(Image Interpretation)
Dalam kaitannya dengan proses pemetaan tutupan lahan dan
pemetaan garis lainnya, maka sebenarnya harus dilakukan proses klasifikasi pada
citra satelit yang akan menghasilkan gambaran klasifikasi tutupan lahan (land
cover) pada wilayah yang dipetakan. Proses klasifikasi ini dapat dilakukan
dengan dua cara yaitu cara otomatik yang dikerjakan oleh komputer serta proses
manual yang merupakan hasil interpretasi dan analisis operator komputer. Untuk
proses klasifikasi otomatik, untuk skala output sebesar 1 : 5,000 maka hasil
klasifikasi yang akan dihasilkan akan sangat rumit, hal ini dikarenakan proses
klasifikasi otomatik akan melakukan klasifikasi berdasarkan nilai spectral
setiap piksel. Artinya proses
klasifikasi akan melibatkan jumlah piksel yang sangat besar dan sangat detil
karena ukuran piksel sebesar 1 meter. Dengan demikian proses klasifikasi akan
membutuhkan proses editing lagi untuk melakukan proses penggabungan antara dua
atau lebih jenis guna lahan yang sesungguhnya sama namun dipisahkan oleh
komputer dikarenakan nilai spectral yang berbeda.
Proses klasifikasi manual memerlukan kejelian tinggi guna
membedakan satu tutupan lahan dengan tutupan lahan lainnya. Dengan output peta pada skala 1 : 5,000 maka
proses klasifikasi akan dapat dilakukan melalui proses interpretasi visual dan
digitasi on-screen atau melakukan digitasi peta langsung pada layar komputer.
Proses ini memang merupakan proses klasifikasi secara manual. Hal ini
dikarenakan, menurut pengalaman kami, merupakan proses klasifikasi yang paling
efisien. Betapa tidak, proses ini adalah proses klasifikasi pada peta dengan skala
besar, dimana analisis tutupan lahan dilakukan langsung oleh operator. Dengan
kenampakan visual yang baik, maka operator komputer dapat membedakan dengan
baik wilayah hutan, kebun ladang, permukiman, kawasan industri dan lain
sebagainya.
Interpretasi citra
merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk
mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut. Didalam
interpretasi citra, penafsir mengkaji citra dan berupaya melalui proses
penalaran untuk mendeteksi, mengidentifikasi dan menilai arti pentingnya obyek.
Dengan kata lain, maka penafsir citra berupaya untuk mengenali obyek yang
tergambar pada citra dan menterjemahkannya ke dalam disiplin ilmu tertentu
seperti geologi, geografi, ekologi dan disiplin ilmu lainnya.
Dalam rangka
pemetaan garis pada pekerjaan ini dilakukan pendekatan dengan melalui
interpretasi visual citra terhadap unsur-unsur dasar geografis dan batas-batas landuse
dengan pengenalan pola atau kunci interpretasi tersendiri.
Kunci-Kunci Interpretasi Citra
Untuk dapat melakukan interpretasi yang akurat maka
diperlukan beberapa kunci interpretasi. Kunci interpretasi citra terdiri atas
delapan butir yaitu rona, ukuran, bentuk, tekstur, pola,bayangan dan
situs/asosiasi. Unsur interpretasi tersebut didasarkan tingkat kerumitannya
dibedakan menjadi empat tingkat yaitu:
a. Kunci interpretasi primer, yaitu : rona dan warna
b. Kunci interpretasi sekunder, yaitu : bentuk, ukuran dan tekstur
c. Kunci interpretasi tersier, yaitu : pola dan bayangan
d. Kunci interpretasi lebih tinggi, yaitu : situs/asosiasi
¨
Rona
Rona
(tone/color tone/grey tone) ialah tingkat kegelapan atau kecerahan pada citra.
Rona merupakan atribut bagi obyek yang berinteraksi dengan seluruh spektrum
tampak yang disebut sinar putih, yaitu spektrum dengan panjang gelombang
(0.4-0.7) mm.
¨
Warna
Warna
ialah ujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih
sempit dari spektrum tampak.
¨
Bentuk
Bentuk
merupakan variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu
obyek. Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek yang dapat
dikenali dengan melihat bentuknya. Bentuk dikelompokkan dalam tingkatan
sekunder berdasarkan susunan tingkat kerumitannya dalam menginterpretasi citra.
¨
Ukuran
Ukuran
ialah atribut yang merupakan fungsi dari skala, yang antara lain berupa jarak,
luas, tinggi dan volume. Maka dalam memanfaatkan ukuran sebagai unsur
interpretasi citra maka skala citra harus dipertimbangkan.
¨
Tekstur
Tekstur
ialah frekuensi perubahan rona pada citra. Tekstur dihasilkan oleh kumpulan
unit kenampakan yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. Tekstur merupakan hasil gabungan dari bentuk, ukuran, pola, bayangan, dan
ronanya. Apabila skala citra diperkecil, maka tekstur pada obyek akan semakin
halus.
¨
Pola
Pola
ialah hubungan susunan spasial suatu obyek. Pengulangan bentuk umum tertentu
merupakan karakteristik bagi banyak obyek alamiah maupun buatan/bangunan akan
memberikan suatu pola yang membantu dalam mengenali obyek tersebut. Pola tingkat
kerumitannya setingkat lebih tinggi dari tingkat kerumitan bentuk, ukuran dan
tekstur.
¨
Bayangan
Bayangan bersifat menyembunyikan
detail/obyek yang berada di daerah gelap. Obyek yang terletak di daerah
bayangan umumnya tidak tampak sama sekali atau kadang-kadang samar. Meskipun
demikian, bayangan sering menjadi kunci pengenalan penting bagi beberapa obyek
yang justru lebih tampak dari bayangannya.
¨
Situs/Asosiasi
Situs/asosiasi adalah keterkaitan obyek dengan obyek
lainnya. Karena ada keterkaitan tersebut suatu obyek pada citra merupakan
petunjuk bagi obyek lainnya.
PROSES
KARTOGRAFI
Proses Kartografi adalah proses dalam
melakukan pembuatan peta-peta, meliputi:
a.
Pembagian lembar
peta
Wilayah Kabupaten Muara Enim untuk
dipetakan pada skala 1 : 2,500 dan skala 1 : 5,000 akan terdiri dari banyak
lembar atau wilayah muka peta, dimana setiap lembar peta/muka peta akan
berukuran 1’15” x 1’15“ (seluas ± 5.35 Km²) untuk skala 1 : 2,500 dan 37.5” x 37.5”
(seluas ± 1.34 Km²).
Sistem pembagian
dan penomoran lembar peta berdasarkan pada standarisasi yang digunakan oleh
Bakosurtanal. Untuk wilayah Kecamatan Muara Belida, sebagian besar berada pada
bagian lembar induk peta 1 : 250,000 dengan nomor 1012, selanjutnya untuk lembar-lembar peta dengan skala lebih besar
lagi akan mengacu dari nomor lembar induk tadi sesuai dengan kelompok skala
turunannya.
b.
Disain layout peta
Melakukan Pembuatan format tampilan peta
yang akan disajikan, baik melalui hardcopy maupun melalui softcopy. Dalam
pendisainan format tampilan peta ini akan dilakukan pembuatan frame peta yang
sudah mengalokasikan penempatan komponen-komponen peta (muka peta dan informasi
tepi), besar dan jenis huruf yang sesuai serta simbol-simbol yang serasi. Di
dalam muka peta akan ditempatkan gambar peta (garis, titik, poligon, simbol
atau citra satelit), selain itu juga unsur-unsur grid dan nilai koordinat. Kemudian
di dalam informasi peta akan ditempatkan Judul peta, arah utara, skala, petunjuk
lokasi, legenda, keterangan peta dan lain-lain.
c.
Penyuntingan citra
Citra wilayah Kabupaten Muara Enim akan
dipotong-potong sesuai dengan ukuran muka peta dari tiap lembarnya berdasarkan
posisinya masing-masing dengan proses subseting atau clipping citra menggunakan
software pengolah citra dengan batas pemotong adalah grid-grid pembagian lembar
peta.
Penyuntingan citra yang sudah
dipotong-potong tadi dilakukan pada framenya masing-masing yang sudah didisain,
kemudian akan dilakukan entry data sebagai berikut :
§
Mengentry data hasil identifikasi
lapangan ke muka peta pada screen monitor komputer. Penulisan nama kampung,
sungai, jalan dan nama-nama detail lainnya, tidak boleh menutupi detail
§
Warna dari data yang dientry akan
disesuaikan dengan tone dari image muka peta, bila image berwama gelap maka
data entri berwarna putih begitu juga sebaliknya
§
Melakukan editing pada bentuk, ukuran
huruf/simbol sesuai dengan ketentuan
§
Melakukan edge macthing dengan lembar
peta foto sebelahnya
§ Penggambaran
batas administrasi pemerintahan, batas propinsi, kabupaten, kecamatan dan batas
desa/kelurahan.
d.
Reproduksi peta
(Pembuatan Album)
Proses reproduksi peta adalah kegiatan untuk
melakukan penyajian dan perbanyakan peta baik melalui pencetakan maupun
penyimpanan kedalam media CD/DVD dengan hasil berupa hardcopy (lembaran) peta
dalam media kertas maupun file-file digital.
Sebelum dihasilkan produk final sebagai hasil
yang akan dilivery kepada user, dalam proses reproduksi ini harus melalui
tahapan check plot dari lembar-lembar peta dan validasi untuk menentukan apakah
hasil yang diperoleh telah sesuai dengan ketentuan, apabila belum maka harus
dilakukan revisi