Minggu, 03 November 2013

Tentang Pengolahan Citra Satelit




MENGENAL PENGOLAHAN CITRA SATELIT

Dalam pengolahan citra satelit ini, terdapat tahapan penting yang perlu dilakukan yaitu tahap pengkoreksian data/citra dan perbaikan citra.
Untuk melakukan pengkoreksian citra dapat digunakan metode orthorektifikasi. Metode ini adalah metode transformasi koordinat yang dipadukan dengan pengkoreksian pixel citra menggunakan metode proyeksi orthogonal yang sering dilakukan pada pengolahan foto udara (orthophoto). Pada metode ini digunakan digital elevation model (DEM) untuk memberikan bentuk terrain lokasi pemetaan yang berguna untuk mengoreksi kesalahan letak akibat perbedaan tinggi (relief displacement).

 Proses Orthorektifikasi
Pada proses ini diletakkan sejumlah titik ikat tanah (Ground Control Point/GCP). Penempatan posisi titik ikat tanah tersebut harus tepat posisinya  pada sistem koordinat citra (row and column) dan pada sistem koordinat yang diinginkan. Jumlah pemilihan titik kontrol tanah dan distribusinya, sangat mempengaruhi ketelitian dari proses koreksi geometrik. Proses registrasi pada citra dibagi menjadi dua tahap, yaitu proses rekonstruksi citra atau sering disebut juga proses interpolasi spasial citra dan proses resampling disebut proses interpolasi intensitas.
 
  Gambar  Ilustrasi proses koreksi geometrik

Pada Gambar diatas diilustrasikan bagaimana proses koreksi geometrik citra dilakukan. Dapat dilihat pada Gambar E-9. (a) output citra (X,Y) menempatkan brightness value dari distorsi geometrik pada input citra (X’,Y’). Original input image (raw data) adalah data asli dari perekaman data citra satelit yang masih memiliki distorsi sistematik dan distorsi nonsistematik.

Dalam melakukan transformasi dari koordinat citra ke koordinat tanah masih terdapat kesalahan. Kesalahan tersebut dapat ditentukan besarnya dengan RMSerror (Root Mean Square Error) :

RMS error = Ö[(x’ – xorig )2 + ( y’ – yorig )2 ] ……………………….         (8.1)
dimana:
xorig  adalah koordinat asli (origin ) baris dari GCP pada citra.
yorig adalah koordinat asli (origin) kolom dari GCP pada citra.
x’    adalah koordinat GCP hasil perhitungan pada citra asli (origin).
y’    adalah koordinat GCP hasil perhitungan pada citra asli (origin).

Pada umumnya nilai RMSerror ditentukan dengan toleransi (nilai ambang batas) sebesar 2 pixel. Jika pada hasil evaluasi, nilai RMSerror suatu titik lebih besar dari nilai ambang yang ditentukan, maka harus dilakukan langkah-langkah sebagai berikut:
1.      Menghilangkan titik-titik kontrol tanah yang memiliki kesalahan terbesar dari kumpulan titik.
2.      Menghitung ulang koefesien.
3.      Menghitung ulang RMSerror untuk seluruh titik
Dalam pelaksanaan rektifikasi ini yang paling penting adalah penempatan titik-titik kontrol menyebar merata. Dengan pengertian jangan terpusat pada suatu daerah tertentu. Penempatan titik kontrol tanah pada peta acuan harus sesuai atau tepat  dengan posisi pada citra yang akan dikoreksi. Hasil dari RMSerror yang kecil belum tentu mendapat ketelitian yang baik dari hasil proses ini.

Gambar. Perbedaan jarak di citra akibat perbedaan tinggi

Proses Orthorektifikasi harus dapat mengeliminasi kesalahan akibat perbedaan terrain dan kesalahan sensor. Untuk itu dalam proses orthorektifikasi dibutuhkan penggabungan antara rektifikasi dengan mengikutsertakan data terrain yang diperlihatkan dalam digital elevation model (DEM) dan parameter kalibrasi kamera (sensor) kedalam persamaan hitungannya. Orthorektifikasi diyakini lebih akurat dari pada rektifikasi sederhana yang biasa digunakan terutama pada daerah dengan terrain yang berbukit atau bergunung. Adapun koreksi sensor atau kamera meliputi :
§   Internal detector geometry
§   Optical distortion
§   Scan distortion
§   Any line-rate variations
§   Registration of the multispectral bands

Selanjutnya hal yang perlu untuk diperhatikan adalah ketelitian hasil pengolahan citra. Ketelitian yang diharapkan adalah 2-3 pixel pada titik kontrol atau check point (CP) yaitu sekitar 1.2 – 1.8 meter dimana hal ini akan sesuai dengan ketelitian peta skala 1 : 2,500 yaitu sebesar 0.5 mm di peta yang menghasilkan nilai 1.25 meter.
  Gambar Image sebelum Orthorektifikasi

Gambar Image setelah Orthorektifikasi


Quality Control

Quality control dilakukan dengan dua cara yaitu pertama dengan membandingkan nilai residu hasil transformasi dengan baku mutu kesalahan peta sebesar 0.5 mm kali skala peta. Kedua adalah dengan mengoverlapkannya dengan peta topografi yang ada dan mengamati objek-objek alam dan buatan untuk dibandingkan posisinya. Kedua hal ini dapat dijadikan acuan kualitas peta yang dihasilkan.

    Perbaikan Citra

Hasil dari proses orthorektifikasi menghasilkan citra satelit/image yang telah memiliki koordinat atau terkoreksi. Namun citra ini masih dalam ukuran yang belum sesuai dengan bentuk dan ukuran dari lembar peta foto yang sesuai dengan ketentuan pembagian lembar peta dari Bakosurtanal. Untuk itu diperlukan beberapa langkah kegiatan lagi agar peta foto/citra ini dapat digunakan. Begitu pula apabila suatu daerah terpetakan oleh beberapa citra, maka sebelum dilakukan proses pemotongan lembar citra harus dilakukan penggabungan dan penyeragaman tone dan brightness-nya agar perbedaan derajat keabuan terlihat smooth.
Pembuatan mosaik direncanakan pada skala foto 1 : 2,500. Pada proses mosaik ini kegiatan yang dilaksanakan adalah sebagai berikut:
a.  Edge matching dari citra terkoreksi yang berurutan
b.  Menyeragamkan tone dari citra terkoreksi
c.  Menajamkan citra terkoreksi (brightness & contrast) atau enhancement

 Gambar Citra sebelum mosaicking

 Gambar Citra sesudah mosaicking
Untuk mempertajam kualitas tampilan citra pada jenis produk citra bundle (multispektral dan pankromatik) salah satunya adalah dengan melakukan proses image enhancement, yaitu mengatur kombinasi intensitas warna pada masing-masing histogram band citra.

INTERPRETASI CITRA (Image Interpretation)

Dalam kaitannya dengan proses pemetaan tutupan lahan dan pemetaan garis lainnya, maka sebenarnya harus dilakukan proses klasifikasi pada citra satelit yang akan menghasilkan gambaran klasifikasi tutupan lahan (land cover) pada wilayah yang dipetakan. Proses klasifikasi ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu cara otomatik yang dikerjakan oleh komputer serta proses manual yang merupakan hasil interpretasi dan analisis operator komputer. Untuk proses klasifikasi otomatik, untuk skala output sebesar 1 : 5,000 maka hasil klasifikasi yang akan dihasilkan akan sangat rumit, hal ini dikarenakan proses klasifikasi otomatik akan melakukan klasifikasi berdasarkan nilai spectral setiap piksel. Artinya proses klasifikasi akan melibatkan jumlah piksel yang sangat besar dan sangat detil karena ukuran piksel sebesar 1 meter. Dengan demikian proses klasifikasi akan membutuhkan proses editing lagi untuk melakukan proses penggabungan antara dua atau lebih jenis guna lahan yang sesungguhnya sama namun dipisahkan oleh komputer dikarenakan nilai spectral yang berbeda.
Proses klasifikasi manual memerlukan kejelian tinggi guna membedakan satu tutupan lahan dengan tutupan lahan lainnya.   Dengan output peta pada skala 1 : 5,000 maka proses klasifikasi akan dapat dilakukan melalui proses interpretasi visual dan digitasi on-screen atau melakukan digitasi peta langsung pada layar komputer. Proses ini memang merupakan proses klasifikasi secara manual. Hal ini dikarenakan, menurut pengalaman kami, merupakan proses klasifikasi yang paling efisien. Betapa tidak, proses ini adalah proses klasifikasi pada peta dengan skala besar, dimana analisis tutupan lahan dilakukan langsung oleh operator. Dengan kenampakan visual yang baik, maka operator komputer dapat membedakan dengan baik wilayah hutan, kebun ladang, permukiman, kawasan industri dan lain sebagainya.
Interpretasi citra merupakan perbuatan mengkaji foto udara dan atau citra dengan maksud untuk mengidentifikasi obyek dan menilai arti pentingnya obyek tersebut. Didalam interpretasi citra, penafsir mengkaji citra dan berupaya melalui proses penalaran untuk mendeteksi, mengidentifikasi dan menilai arti pentingnya obyek. Dengan kata lain, maka penafsir citra berupaya untuk mengenali obyek yang tergambar pada citra dan menterjemahkannya ke dalam disiplin ilmu tertentu seperti geologi, geografi, ekologi dan disiplin ilmu lainnya.
Dalam rangka pemetaan garis pada pekerjaan ini dilakukan pendekatan dengan melalui interpretasi visual citra terhadap unsur-unsur dasar geografis dan batas-batas landuse dengan pengenalan pola atau kunci interpretasi tersendiri.
Kunci-Kunci Interpretasi Citra
Untuk dapat melakukan interpretasi yang akurat maka diperlukan beberapa kunci interpretasi. Kunci interpretasi citra terdiri atas delapan butir yaitu rona, ukuran, bentuk, tekstur, pola,bayangan dan situs/asosiasi. Unsur interpretasi tersebut didasarkan tingkat kerumitannya dibedakan menjadi empat tingkat yaitu:
a.     Kunci interpretasi primer, yaitu : rona dan warna
b.     Kunci interpretasi sekunder, yaitu : bentuk, ukuran dan tekstur
c.     Kunci interpretasi tersier, yaitu : pola dan bayangan
d.     Kunci interpretasi lebih tinggi, yaitu : situs/asosiasi

¨        Rona
Rona (tone/color tone/grey tone) ialah tingkat kegelapan atau kecerahan pada citra. Rona merupakan atribut bagi obyek yang berinteraksi dengan seluruh spektrum tampak yang disebut sinar putih, yaitu spektrum dengan panjang gelombang (0.4-0.7) mm.

¨        Warna
Warna ialah ujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak.

¨        Bentuk
Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memberikan konfigurasi atau kerangka suatu obyek. Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek yang dapat dikenali dengan melihat bentuknya. Bentuk dikelompokkan dalam tingkatan sekunder berdasarkan susunan tingkat kerumitannya dalam menginterpretasi citra.

¨        Ukuran
Ukuran ialah atribut yang merupakan fungsi dari skala, yang antara lain berupa jarak, luas, tinggi dan volume. Maka dalam memanfaatkan ukuran sebagai unsur interpretasi citra maka skala citra harus dipertimbangkan.
¨        Tekstur
Tekstur ialah frekuensi perubahan rona pada citra. Tekstur dihasilkan oleh kumpulan unit kenampakan yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual. Tekstur merupakan hasil gabungan dari bentuk, ukuran, pola, bayangan, dan ronanya. Apabila skala citra diperkecil, maka tekstur pada obyek akan semakin halus.

¨        Pola
Pola ialah hubungan susunan spasial suatu obyek. Pengulangan bentuk umum tertentu merupakan karakteristik bagi banyak obyek alamiah maupun buatan/bangunan akan memberikan suatu pola yang membantu dalam mengenali obyek tersebut. Pola tingkat kerumitannya setingkat lebih tinggi dari tingkat kerumitan bentuk, ukuran dan tekstur.

¨        Bayangan
Bayangan bersifat menyembunyikan detail/obyek yang berada di daerah gelap. Obyek yang terletak di daerah bayangan umumnya tidak tampak sama sekali atau kadang-kadang samar. Meskipun demikian, bayangan sering menjadi kunci pengenalan penting bagi beberapa obyek yang justru lebih tampak dari bayangannya.
¨        Situs/Asosiasi
Situs/asosiasi adalah keterkaitan obyek dengan obyek lainnya. Karena ada keterkaitan tersebut suatu obyek pada citra merupakan petunjuk bagi obyek lainnya.

PROSES KARTOGRAFI
Proses Kartografi adalah proses dalam melakukan pembuatan peta-peta, meliputi:
a.      Pembagian lembar peta
      Wilayah Kabupaten Muara Enim untuk dipetakan pada skala 1 : 2,500 dan skala 1 : 5,000 akan terdiri dari banyak lembar atau wilayah muka peta, dimana setiap lembar peta/muka peta akan berukuran 1’15” x 1’15“ (seluas ± 5.35 Km²) untuk skala 1 : 2,500 dan 37.5” x 37.5” (seluas ± 1.34 Km²).
      Sistem pembagian dan penomoran lembar peta berdasarkan pada standarisasi yang digunakan oleh Bakosurtanal. Untuk wilayah Kecamatan Muara Belida, sebagian besar berada pada bagian lembar induk peta 1 : 250,000 dengan nomor 1012, selanjutnya untuk lembar-lembar peta dengan skala lebih besar lagi akan mengacu dari nomor lembar induk tadi sesuai dengan kelompok skala turunannya.
b.      Disain layout peta
      Melakukan Pembuatan format tampilan peta yang akan disajikan, baik melalui hardcopy maupun melalui softcopy. Dalam pendisainan format tampilan peta ini akan dilakukan pembuatan frame peta yang sudah mengalokasikan penempatan komponen-komponen peta (muka peta dan informasi tepi), besar dan jenis huruf yang sesuai serta simbol-simbol yang serasi. Di dalam muka peta akan ditempatkan gambar peta (garis, titik, poligon, simbol atau citra satelit), selain itu juga unsur-unsur grid dan nilai koordinat. Kemudian di dalam informasi peta akan ditempatkan Judul peta, arah utara, skala, petunjuk lokasi, legenda, keterangan peta dan lain-lain.
c.       Penyuntingan citra
      Citra wilayah Kabupaten Muara Enim akan dipotong-potong sesuai dengan ukuran muka peta dari tiap lembarnya berdasarkan posisinya masing-masing dengan proses subseting atau clipping citra menggunakan software pengolah citra dengan batas pemotong adalah grid-grid pembagian lembar peta.
      Penyuntingan citra yang sudah dipotong-potong tadi dilakukan pada framenya masing-masing yang sudah didisain, kemudian akan dilakukan entry data sebagai berikut :
§   Mengentry data hasil identifikasi lapangan ke muka peta pada screen monitor komputer. Penulisan nama kampung, sungai, jalan dan nama-nama detail lainnya, tidak boleh menutupi detail
§   Warna dari data yang dientry akan disesuaikan dengan tone dari image muka peta, bila image berwama gelap maka data entri berwarna putih begitu juga sebaliknya
§   Melakukan editing pada bentuk, ukuran huruf/simbol sesuai dengan ketentuan
§   Melakukan edge macthing dengan lembar peta foto sebelahnya
§   Penggambaran batas administrasi pemerintahan, batas propinsi, kabupaten, kecamatan dan batas desa/kelurahan.
d.      Reproduksi peta (Pembuatan Album)
Proses reproduksi peta adalah kegiatan untuk melakukan penyajian dan perbanyakan peta baik melalui pencetakan maupun penyimpanan kedalam media CD/DVD dengan hasil berupa hardcopy (lembaran) peta dalam media kertas maupun file-file digital.

Sebelum dihasilkan produk final sebagai hasil yang akan dilivery kepada user, dalam proses reproduksi ini harus melalui tahapan check plot dari lembar-lembar peta dan validasi untuk menentukan apakah hasil yang diperoleh telah sesuai dengan ketentuan, apabila belum maka harus dilakukan revisi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar